Xenoglosofilia di Indonesia - Suatu Kelainan Psikolinguistik?

translation_articles_icon

ProZ.com Translation Article Knowledgebase

Articles about translation and interpreting
Article Categories
Search Articles


Advanced Search
About the Articles Knowledgebase
ProZ.com has created this section with the goals of:

Further enabling knowledge sharing among professionals
Providing resources for the education of clients and translators
Offering an additional channel for promotion of ProZ.com members (as authors)

We invite your participation and feedback concerning this new resource.

More info and discussion >

Article Options
Your Favorite Articles
You Recently Viewed...
Recommended Articles
  1. ProZ.com overview and action plan (#1 of 8): Sourcing (ie. jobs / directory)
  2. Réalité de la traduction automatique en 2014
  3. Getting the most out of ProZ.com: A guide for translators and interpreters
  4. Does Juliet's Rose, by Any Other Name, Smell as Sweet?
  5. The difference between editing and proofreading
No recommended articles found.

 »  Articles Overview  »  Language Specific  »  Xenoglosofilia di Indonesia - Suatu Kelainan Psikolinguistik?

Xenoglosofilia di Indonesia - Suatu Kelainan Psikolinguistik?

By Hipyan Nopri | Published  05/13/2008 | Language Specific | Recommendation:RateSecARateSecARateSecARateSecARateSecI
Contact the author
Quicklink: http://swa.proz.com/doc/1814

Anda mungkin heran dengan istilah yang saya gunakan dalam tulisan ini - xenoglosofilia. Tidak apa-apa, mungkin ini istilah yang baru kali ini atau jarang sekali kita dengar. Karena itu, wajar saja kalau pembaca umumnya belum tahu apa pengertian dari istilah yang terdengar sangat asing ini.

Mungkin memang begitulah kenyataannya - istilah ini sangat jarang kita dengar. Namun demikian, gejala xenoglosofilia sebenarnya sudah sangat tidak asing bagi kita semua. Berikut beberapa contoh dari fenomena xenoglosofilia:

Suara kamu sangat powerful.

Itu menurut aku personally.

Kampanye ini dimaksudkan untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai penyakit AIDS. (Istilah yang digunakan

Dian Sastro pada sebuah iklan sosial televisi)

Save our nation (Salah satu judul acara di Metro TV, sebuah stasiun televisi nasional yang cenderung menggunakan istilah berbahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia)

Waktu itu saya kurang prepared menghadapi para peserta lain.

Kalau ada informasi lowongan kerja, tolong dishare ya.

busway, waterway, dan monorail (istilah yang digunakan Pemda DKI)

quick count, electoral threshold (istilah yang digunakan KPU dan DPR)

fit and proper test (istilah yang digunakan DPR)

Ini hanya sebagian kecil contoh kesalahkaprahan berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, fenomena ini terlihat sangat jelas di kalangan stasiun televisi, artis, pejabat swasta maupun pemerintah, karyawan swasta maupun pemerintah, dan mahasiswa.

Stasiun televisi Indonesia sering sekali menggunakan bahasa Inggris untuk acara-acara yang justru berbahasa Indonesia. Di antara sekian banyak stasiun televisi tersebut, Metro TV dapat dikatakan sebagai jawaranya. Silakan Anda lihat berapa banyak nama acara yang berbahasa Inggris dan berapa banyak yang berbahasa Indonesia.

Kalangan artis, pejabat, karyawan, dan mahasiswa nampaknya kurang nyaman dalam berbicara kalau tidak menyelipkan satu-dua kata bahasa Inggris. Yang lebih mengherankan, siswa SMP (dalam acara Padamu Negeri di Metro TV) pun sudah mulai ketularan kelainan psikolinguistik ini. Salah seorang siswa SMP tersebut mengatakan, "Kita tidak boleh menjudge . . .."

Apakah fenmonena ini memenuhi kriteria untuk dikategorikan sebagai suatu kelainan psikolinguistik? Secara pribadi, saya berpendapat ini tergolong kelainan psikolinguistik. Mengapa dikatakan demikian?

Mari kita renungkan dan pikirkan sejenak butir-butir pemikiran berikut:

1. Istilah-istilah asing tersebut biasanya digunakan dalam konteks komunikasi berbahasa Indonesia, bukan dalam komunikasi berbahasa Inggris.

2. Istilah-istilah tersebut biasanya tidak perlu digunakan karena padanan bahasa Indonesianya sudah ada.

3. Orang-orang yang menggunakan istilah asing tersebut adalah warga negara Indonesia yang sebenarnya mampu berbahasa Indonesia dengan baik.

4. Istilah-istilah asing tersebut tidak semakin memperjelas makna yang dimaksud dan juga tidak semakin memperlancar komunikasi.

Jadi, jelas ini merupakan suatu kebiasaan dan kecenderungan psikologis dan linguistik yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi.

Sekarang kita lihat pengertian xenoglosofilia dari beberapa sumber berikut:

Xenoglossophilia:

1. Abnormal affection towards foreign languages (Kesukaan tak normal terhadap bahasa asing)

http://archive.facepunchstudios.com/showthread/?pid=4397614#post4397614

2. A tendency to use a strange or foreign words particularly in a pretentious manner (Suatu kecenderungan menggunakan kata-kata yang aneh atau asing terutama dengan cara yang tidak wajar)

Basavanna, M. 2000. Dictionary of Psychology. New Delhi: Allied Publishers Ltd.

3. An attraction to or inclination to pretentious use of foreign or strange language (Suatu ketertarikan atau kecenderungan menggunakan bahasa yang asing atau aneh secara tidak wajar)

http://www.panikon.com/phurba/alteng/x.html

Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala kesalahkaprahan berbahasa yang belakangan ini semakin banyak diperlihatkan oleh stasiun televisi, artis, pejabat, karyawan, dan mahasiswa, dapat dikategorikan sebagai suatu kelainan psikolinguistik yang disebut xenoglosofilia.

Bagaimana cara menyembuhkan kelainan ini? Mari kita mulai dari diri kita masing-masing - gunakanlah bahasa Indonesia yang baik, benar, dan wajar baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis. Selanjutnya, kita ajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. Akhirnya, melalui berbagai cara dan media, mari kita desak Pusat Bahasa dan Depdiknas untuk lebih memainkan peran proaktif mereka untuk memasyarakatkan penggunaan bahasa Indonesia di semua kalangan.

Menurut saya, agar kampanye ini berhasil dengan efektif, sasaran utama kampanye tersebut diarahkan pada media massa elektronik (televisi, radio, dan Internet) dan media cetak (koran, majalah, dan tabloid). Sasaran berikutnya adalah lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta seperti instansi pemerintah, sekolah dasar sampai perguruan tinggi, perusahaan, dan organisasi sosial-politik.

Saya yakin, dengan tekad kuat dan usaha berkelanjutan, tujuan mulia ini dapat tercapai. Amin.



Copyright © ProZ.com and the author, 1999-2024. All rights reserved.
Comments on this article

Knowledgebase Contributions Related to this Article
  • No contributions found.
     
Want to contribute to the article knowledgebase? Join ProZ.com.


Articles are copyright © ProZ.com, 1999-2024, except where otherwise indicated. All rights reserved.
Content may not be republished without the consent of ProZ.com.